Jumat, 18 November 2016

Mars SMA Kolese De Britto


Pencipta Lagu: Romo L. Moerabi, S.J.

Akulah Putera SMA De Britto
gagahlah cita-citaku
Murni sejati jiwaku,
jujur semangat hatiku
Itulah rencana hidupku,
itulah tujuan niatku
Agar dapat menuang tenagaku,
bagi Tuhan dan Bangsaku

Ayolah Putera SMA De Britto
kuatkanlah hubunganmu
Selalu tetap bersatu
dengan semua kawanmu
Meskipun terpencar hidupmu
dikelak kemudian waktu
Ingat selalu di dalam hatimu
ialah De Britto contohmu

Pengumuman Penerimaan Siswa Baru 2017/2018

PENERIMAAN SISWA BARU SMA KOLESE DE BRITTO
TAHUN AJARAN 2017-2018

JALUR PRESTASI 
  1.    Pendaftaran mulai tanggal 19 September 2016 – 7 Oktober 2016.

  2.   Nilai rapor SMP (semester I, II, III, dan IV) Matematika, IPA, IPS,

      Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris minimal 10 poin di atas nilai KKM.

  3.   Calon siswa yang memiliki prestasi Non akademik minimal tingkat

      provinsi, Nilai rapor SMP (semester I, II, III, dan IV) Matematika, IPA,

      IPS, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris minimal 5 poin di atas nilai   
     
      KKM.

  4.  Bersedia mengikuti seleksi sesuai prosedur dan alur Penerimaan Siswa

     Baru dan ketentuan yang ditetapkan oleh  SMA Kolese De Britto.

  5.  Prosedur dan Alur Penerimaan Siswa Baru Jalur Prestasi terlampir.

  6.  Calon siswa yang lolos seleksi jalur prestasi akan bebas SPP            

     selama 6 bulan dan keringanan DPP 50%.

  7. Siswa yang memiliki prestasi akademik dan non akademik dapat

    mengikuti beasiswa prestasi SMA Kolese De Britto.

JALUR REGULER


  1. Pendaftaran mulai tanggal 8 Oktober 2016 – 19 November 2016.

  2. Calon siswa yang dapat mendaftar jalur reguler adalah siswa SMP yang

    berminat bersekolah di SMA Kolese De Britto dan bersedia mengikuti

    proses seleksi.

  3. Bersedia mengikuti seleksi sesuai prosedur dan alur Penerimaan Siswa

    Baru dan ketentuan yang ditetapkan oleh  SMA Kolese De Britto.

  4. Prosedur dan Alur Penerimaan Siswa Baru Jalur Reguler terlampir

Kurikulum

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran, dan cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan tersebut meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
 
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Dua dari delapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
 
Penyelenggaraan  pendidikan di SMA Kolese De Britto dinilai berhasil apabila kegiatan belajar mampu membentuk pola tingkah laku siswa sesuai dengan visi dan misi kolese dan dapat dievaluasi melalui pengukuran dengan menggunakan tes dan nontes. Proses pembelajaran akan efektif apabila dilakukan melalui persiapan yang cukup dan terencana dengan baik supaya dapat diterima untuk:
 
1. memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan masyarakat global.
2. mempersiapkan siswa dalam menghadapi perkembangan dunia global.
3. membekali siswa dalam melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
 
Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pengajaran di SMA Kolese De Britto dikoordinasi oleh wakasek urusan kurikulum. Wakasek urusan kurikulum diangkat oleh yayasan untuk membantu kepala sekolah dalam merencanakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan program kurikulum integral. Bidang kegiatan yang dikoordinasi wakasek urusan kurikulum adalah implementasi paradigma pedagogi Ignasian (PPI), pengembangan kurikulum, laboratorium, perpustakaan, audio visual, dan  guru piket.

Paradigma Pedadogi Ignasian

SMA Kolese De Britto menerapkan Paradigma Pedagogi Ignasian dalam mendidik siswa untuk mengembangkan belajar mandiri sehingga siswa mampu mencari dan mencerna informasi yang diperlukan dan membiasakan diri untuk proses belajar seumur hidup.
Pedagogi Ignasian ialah cara para pengajar mendampingi siswa dalam pertumbuhan dan perkembangan pembentukannya, yang dilandasi spiritualitas Santo Ignatius. Pedagogi meliputi pandangan hidup dan visi dari berbagai ideal manusia untuk dididik. Pedagogi juga memberikan kriteria pilihan sarana untuk dipakai dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, pedagogi ini tidak boleh direduksi menjadi metodologi semata-mata.
    Secara sempit, paradigma ini merupakan sebuah alat yang praktis dan sebuah perangkat yang efektif untuk meningkatkan kinerja guru dan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Secara luas, paradigma ini merupakan cara bertindak yang membantu siswa berkembang menjadi manusia yang berkompeten, bertanggung jawab, dan berbelas kasih.
    Dengan demikian, Paradigma Pedagogi Ignasian sebenarnya merupakan dinamika pengajaran, yang diharapkan dapat diterapkan untuk mencapai pendidikan yang semakin berkualitas tinggi, sesuai dengan visinya. Paradigma di sini meliputi corak dan proses tertentu dalam mengajar, yang berarti pengisian pendekatan terhadap nilai belajar dan pertumbuhan dalam kurikulum yang berlaku.

Dinamika Paradigma Pedagogi Ignasian
    Dalam proses pengajaran,  dinamika paradigma ini mecakup lima langkah pokok, yaitu: konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan  evaluasi.

KONTEKS
    Proses pendidikan tidak pernah bergerak dari ruang hampa. Oleh karena itu, pengalaman manusiawi harus menjadi titik tolaknya. Pemahaman konteks merupakan bentuk kongkrit perhatian dan kepedulian terhadap siswa. Perhatian dan kepedulian ini merupakan dua hal pokok sebagai awal untuk melangkah.
    “Apa  yang harus diketahui para guru agar siswa-siswanya dapat belajar dengan baik ?” Pertanyaan seperti itu kiranya tepat mengenai inti pengertian konteks dalam pedagogi ini. Tentu saja pertanyaan itu menyangkut di luar pemahaman materi ajar. Pertanyaan tersebut menyangkut pengetahuan guru mengenai karakter siswa dan kondisi lingkungan yang melingkupinya. Beberapa konteks yang perlu dipertimbangkan oleh guru :
•    Konteks kehidupan siswa yang yang meliputi cara hidup keluarga, teman-teman, kelompok sebaya, keadaan sosial-ekonomi, kesenangan, atau yang lain yang berdampak menguntungkan atau merugikan siswa.
•    Konteks sosio-ekonomi, politik, kebudayaan, kebiasaan kaum muda, agama, media massa, dan lain-lain merupakan lingkungan hidup siswa yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa dalam hubungannya dengan orang lain.
•    Situasi sekolah tempat proses belajar mengajar terjadi. Keberhasilan proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh situasi sekolah yang bersifat kondusif. Sekolah seharusnya merupakan tempat orang dipercaya, diperhatikan, dihargai, dan diperlakukan secara jujur dan adil.
•    Pengertian-pengertian yang dibawa siswa ketika memulai proses belajar. Pengertian dan pemahaman yang mereka peroleh dari studi sebelumnya atau dari lingkungan hidup mereka merupakan konteks belajar yang harus diperhatikan.
     Pemahaman konteks itu sangat membantu para guru dalam menciptakan hubungan yang dicirikan oleh autentisitas dan kebenaran. Kalau suasana saling mempercayai dan saling menghargai terjadi, siswa akan mengalami bahwa orang lain merupakan teman sejati dalam proses belajar. Dalam suasana seperti itulah proses belajar akan berjalan lancar sekaligus berkualitas.

PENGALAMAN

    Pengalaman berarti “mengenyam sesuatu dalam batin”. Ini mengandaikan adanya fakta dan pengertian-pengertian. Ini juga menuntut seseorang menduga kejadian-kejadian, menganalisis, dan menilai ide-ide. Hanya dengan pemahaman yang tepat terhadap apa yang dipertimbangkan, orang dapat maju sampai menghargai arti pengalaman. Pemahaman tidak hanya terbatas pada aspek intelektual, tetapi mencakup keseluruhan pribadi, budi, perasaan, dan kemauan masuk ke pengalaman belajar. Dalam pengalaman itu tercakup ranah kognitif dan afektif sekaligus. Kegiatan belajar yang hanya menekankan pemahaman intelektual, tanpa disertai dengan perasaan batin, tidak akan mendorong orang untuk bertindak. Oleh karena itu, istilah pengalaman dipakai untuk mencirikan setiap kegiatan yang di dalamnya tercakup pemahaman kognitif dan afektif sekaligus dari materi yang dipelajari.
    Pengalaman dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Pengalaman kognitif saja kurang dapat menimbulkan rasa belas kasih secara optimal. Lain halnya dengan pengalaman langsung karena di dalamnya orang mengalami keterlibatan secara keseluruhan, yaitu pikiran dan perasaan. Pengalaman langsung dalam proses belajar mengajar dapat terjadi melalui percobaan, diskusi, penelitian, proyek pelayanan, dan sebagainya. Sementara itu, pengalaman tidak langsung dapat terjadi melalui membaca dan mendengarkan. Agar proses belajar menjadi efektif, perlulah adanya usaha menciptakan pengalaman langsung tersebut. Usaha itu misalnya dapat ditempuh melalui role playing, pemakaian audio visual, dan sebagainya.

REFLEKSI
    Refleksi merupakan suatu kegiatan dengan menyimak kembali secara intensif terhadap pengalaman belajar, antara lain materi pelajaran, pengalaman, ide-ide, usul-usul, atau reaksi spontan agar dapat memahami dan menangkap maknanya secara lebih mendalam.
    Dalam refleksi diusahakan siswa menangkap nilai yang dipelajari. Untuk mencapai hal itu, dapat dilakukan hal-hal berikut.
• Memahami hal yang dipelajari secara lebih baik dan mendalam, dengan pertanyaan misalnya:“Apakah yang disajikan dalam buku cukup sahih atau jujur ?”
• Mengerti sumber-sumber perasaan dan reaksi yang dialami siswa dalam renungan ini, misalnya: “Apakah yang paling menarik dari cerpen yang saya baca ini ?”, “Mengapa saya merasa iba terhadap tokoh yang satu ini dan merasa benci terhadap tokoh yang lain ?”
• Mendalami implikasi bagi diri sendiri, bagi orang lain, atau bagi masyarakat, misalnya: ”Apa gunanya hal ini bagi diri saya, bagi keluarga, tetangga, atau masyarakat pada umumnya ?”
• Mendapatkan pengertian pribadi tentang kejadian-kejadian, ide-ide, kebenaran, atau pemutarbalikan kebenaran, dan sebagainya, misalnya: “Apakah cara hidup saya sesuai dengan kepentingan yang lain ?”, “Apakah saya sanggup memikirkan kembali apa yang sebetulnya saya butuhkan untuk hidup bahagia ?”
• Memulai lebih mengerti atau memahami diri sendiri, misalnya: “Refleksi ini menimbulkan perasaan apa dalam diri saya ?”

Siswa diberi kebebasan untuk berefleksi. Ada kemungkinan siswa yang telah berefleksi tidak menunjukkan perubahan ke arah perkembangan. Hal ini bisa terjadi karena siswa baru dalam taraf perkembangan  untuk menjadi lebih dewasa. Akan tetapi, yang penting guru sudah menanamkan “benih” kehidupan ke dalam diri siswa dan benih itu pasti akan tumbuh pada saatnya.

AKSI

    Paradigma Pedagogi Ignasian tidak hanya berhenti pada refleksi, tetapi justru dari refleksi itu diharapkan siswa terdorong untuk mengambil keputusan atau komitmen dan kemudian melaksanakannya. Refleksi akan menjadi mentah kalau hanya menghasilkan pemahaman dan reaksi-reaksi afektif.  Refleksi yang bermula dari pengalaman harus berakhir pada realitas pengalaman yang baru dalam wujud pengambilan sikap atau tindakan. Perwujudan pengalaman  baru inilah yang disebut  aksi.  
      Dalam istilah aksi ini terkandung pemahaman, keyakinan, dan keputusan untuk melakukan komitmen atau melakukan suatu tindakan. Dengan demikian, tindakan yang dilakukan berangkat dari keprihatinan atau kesadaran akan pentingnya mengambil tindakan, bukan bertindak sekedar luapan emosi, terhasut atau ikut-ikutan belaka.
    Ada dua macam pilihan untuk beraksi. Pertama, pilihan batin, misalnya setelah berefleksi siswa menyadari bahwa Tuhan selalu berkarya dalam hidupnya. Untuk itu dalam segala kebehasilan dan kegagalannya, ia akan kembali kepada Tuhan untuk bersyukur atau memohon kepada-Nya. Kedua, pilihan lahiriah, misalnya setelah berefleksi siswa menyadari bahwa hasil belajarnya tidak baik atau gagal karena cara belajarnya yang tidak pas, maka ia akan mengubah cara belajarnya untuk menghindari kegalalan lagi.

EVALUASI

    Evaluasi mencakup dua hal, yaitu menilai kemajuan akademis dan menilai kemajuan pembentukan pribadi siswa secara menyeluruh. Tes, ulangan, atau ujian merupakan alat evaluasi untuk menilai atau mengukur seberapa jauh pengetahuan sudah dikuasai dan keterampilan sudah diperoleh. Evaluasi secara berkala mendorong guru dan siswa untuk lebih memperhatikan pertumbuhan intelektual dan mengetahui kekurangan-kekurangan yang perlu segera ditangani. Akan tetapi, yang harus diperhatikan adalah bahwa dalam evaluasi ini perhatian tidak hanya tercurah pada kemampuan penyerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari proses pengajaran, tetapi harus mencakup perkembangan secara menyeluruh, yaitu perhatian kepada sejauh mana siswa berkembang sebagai pribadi yang mengarah menjadi manusia bagi orang lain.
    Untuk mengetahui perkembangan pribadi, guru dapat melakukannya dengan mengadakan hubungan dialogal, angket, atau melalui pengamatan terhadap perilaku para siswa. Dalam evaluasi ini guru perlu memperhatikan umur, bakat, kemampuan, dan tingkat kedewasaan setiap siswa.
 

Fasilitas di SMA Kolese De Britto

1. Perpustakaan



Perpustakaan SMA Kolese De Britto merupakan unit yang berfungsi memberikan pelayanan informasi terbaik bagi seluruh seluruh civitas akademiknya. Perpustakaan SMA Kolese De Britto senantiasa mengembangkan diri mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, yang diwujudkan dengan implementasi teknologi informasi dalam menjalankan aktifitas serta penyediaan koleksi layanan yang menunjang bagi pengguna perpustakaan.
 

Perpustakaan berusaha menjadi pusat informasi yang memberikan layanan dengan berorientasi kepada kebutuhan penggunanya dan memberdayakan sumber informasi yang dimiliki agar dapat dimanfaatkan seluas-luasnya.
Pelayanan perpustakaan di kolese ini telah menggunakan system otomasi yang modern, sehingga pengguna dapat merasakan kecepatan dan keakuratan dalam pencarian dan peminjaman koleksi yang dibutuhkan. Layanan yang ada di perpustakaan SMA Kolese De Britto ini meliputi layanan sirkulasi, layanan referensi, layanan terbitan berkala, layanan internet dan layanan koleksi Audio Visual. Dengan layanan tersebut diharapkan kebutuhan informasi dari pengguna perpustakaan dapat terpenuhi secara maksimal. Dan kami menyadari bahwa perpustakaan adalah jantung sekolah dan buku adalah jendela ilmu pengetahuan. (LBS)

Laboratorium


Pengalaman langsung sangat penting dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, peran laboratorium sangat diperlukan untuk mendukung tercapainya pemahaman siswa tentang materi ajar. Supaya penggunaan laboratorium dapat optimal diperlukan aturan dan tata tertib yang perlu ditaati bersama. Laboratorium di SMA Kolese De Britto terdiri atas :
1. 2 Laboratorium Komputer
 

2. Laboratorium Fisika
 
3. Laboratorium Kimia
 
  4. Laboratorium Biologi



Ruang Kelas


Di SMA Kolese De Britto terdapat 25 ruang kelas, yang terdiri atas 7 kelas ruang kelas X, 9 ruang kelas XI dan 9 ruang kelas XII.Setiap ruang kelas dapat menampung  maksimal 38 siswa. Sebagian besar ruang kelas merupakan ruang kelas yang terbuka, dalam arti tidak memiliki pintu dan jendela.Di ruang kelas ini terjadi proses belajar mengajar guru dan siswa.

Olahraga


Fasilitas olahraga yang terdapat di SMA Kolese De Britto antara lain:

1. Aula yang dapat digunakan untuk basket dan bulu tangkis
2. Lapangan sepakbola, bola voli, tenis lapangan, basket outdoor dan tenis meja

 

Gambar 2.6 Para siswa sedang latihan basket di lapangan basket (outdoor)


Gambar 2.7 Lapangan sepak bola De Britto

Pendampingan Akademik di SMA Kolese De Britto

A. PELAJARAN TAMBAHAN
 
Pelajaran tambahan diberikan kepada siswa yang memperoleh nilai kurang memenuhi standar pada mata pelajaran tertentu. Pelajaran tambahan juga diberikan kepada siswa yang telah mencapai batas standar, sebagai pengayaan. Pelajaran tambahan dilaksanakan di luar  jam sekolah di bawah koordinasi wakil kepala sekolah urusan kurikulum dan persetujuan guru pengampu.
 
Untuk siswa kelas XII, pelajaran tambahan wajib diikuti oleh siswa yang memperoleh nilai batas ketuntasan minimal atau lebih dua poin di atas batas tuntas minimal, berdasar hasil belajar semester 4. Pelajaran tambahan ini dilaksanakan secara berkelanjutan setiap hari Rabu, Kamis, dan Jumat. Jadwal pelaksanaan pelajaran tambahan untuk kelas XII akan diatur tersendiri.
 
B. KARYA ILMIAH
 
Setiap siswa kelas XI diwajibkan menulis karya ilmiah secara perorangan.
 
Tujuan penulisan karya ilmiah adalah:
1. Melatih siswa untuk terbiasa berpikir ilmiah: mengolah pikiran-pikiran/ide-idenya dan menuangkannya ke dalam bentuk tulisan yang berstruktur dan bersifat ilmiah
2. Menumbuhkan budaya membaca buku-buku pengetahuan pada diri siswa

Ketentuan yang perlu diperhatikan siswa dalam menulis karya ilmiah:
1. Penelitian yang dilakukan siswa harus berupa penelitian lapangan.
2. Siswa bebas memilih/mencari topik tertentu dari suatu mata pelajaran yang diminatinya.
3. Selama proses penulisan, siswa dibimbing oleh seorang guru.
4. Karya ilmiah dibuat dalam waktu maksimal 5 bulan dan dimulai pada tanggal 16 Juli.
5. Pada bagian akhir proses penulisan karya ilmiah, para siswa akan mengikuti tes lisan sebagai bentuk pertanggungjawaban akademis hasil karya ilmiahnya.
6. Nilai karya ilmiah kelas XI menjadi bagian penilaian tersendiri dan kepada siswa diberikan sertifikat.
 
C. FORUM OLAH PIKIR 
 
Forum Olah Pikir (FOP) merupakan wahana bagi siswa untuk menumbuhkan kebiasaan membaca, memahami, dan menginterpretasikan buku bacaan dalam bentuk resensi, yang dipresentasikan di depan forum siswa. Objek resensi bagi siswa kelas X dan kelas XII berupa buku bacaan umum, sedangkan bagi siswa kelas XI berupa karya ilmiah yang dibuat sendiri.
 
D. STUDIUM GENERALE
 
Dalam studium generale guru mempresentasikan hasil refleksinya tentang pengalaman mengajar di SMA Kolese De Britto terkait dengan bidang keilmuan yang diajarkan, di depan seluruh siswa. Kegiatan ini bertujuan agar siswa dapat mengembangkan cara berpikir akademik secara santun dan menumbuhkan budaya akademik di komunitas SMA Kolese De Britto. Melalui kegiatan ini para siswa diberi kesempatan untuk mengenali dasar-dasar akademis yang dibutuhkan untuk berproses di SMA Kolese De Britto. Kegiatan ini diselenggarakan pada awal semester genap.
 
E. STUDI EKSKURSI
 
Studi ekskursi merupakan bagian yang utuh dan menyeluruh dari proses pendidikan di SMA Kolese De Britto. Tujuan kegiatan ini untuk memberikan pengalaman belajar dan mengembangkan diri dari sisi afeksi, apresiasi, dan empati dalam rangka proses adaptasi dengan masyarakat sebagai arah pembinaan kelas X. Kegiatan ini dapat berupa pengamatan dan interaksi sosial. Objek studi ekskursi adalah lingkungan formal dan lingkungan non formal dalam masyarakat.
 
F. LIVE-IN PROFESI
 
Pengalaman nyata adalah bagian penting dari proses pendidikan di SMA Kolese De Britto. Live-in profesi diselenggarakan dengan tujuan memberikan pengalaman nyata terkait pilihan-pilihan studi di perguruan tinggi. Dengan kegiatan ini siswa bisa melihat dan mengalami secara langsung kaitan antara jurusan pilihan di perguruan tinggi dengan profesi yang mungkin kelak akan digeluti siswa.
 
Live-in profresi wajib diikuti oleh siswa kelas XII dan berlangsung selama 3 (tiga) hari. Siswa peserta live-in profesi akan tinggal bersama keluarga yang berprofesi sesuai dan relevan dengan jurusan perguruan tinggi yang dipilih siswa. Selama live-in profesi, siswa melakukan observasi, wawancara, dan pencatatan sebagai upaya untuk mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai profesi bersangkutan.
 
G. EDUCATION FAIR
 
Salah satu tujuan penting pendidikan di SMA Kolese De Britto adalah mendampingi siswa supaya kelak mampu melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, baik ke perguruan tinggi negeri maupun swasta, dalam maupun luar negeri. Untuk mendukung tujuan ini, sekolah menyelenggarakan Education Fair, yang menghadirkan perguruan-perguruan tinggi negeri dan swasta, dalam dan luar negeri. Melalui kegiatan ini, siswa dapat memperoleh informasi yang jelas dan akurat tentang seluk beluk jurusan-jurusan di perguruan tinggi, yang akan membantu siswa menentukan pilihan yang tepat sesuai dengan minat dan bakat mereka. Kegiatan ini ditangani oleh kepanitiaan khusus yang melibatkan guru dan siswa di bawah koordinasi tim kerja humas. Sejauh dibutuhkan, penyelenggaraan Education Fair dapat bekerja sama dengan kolese lain.
 
H. SEMINAR JURUSAN
 
Seminar jurusan diselenggarakan sekolah untuk membekali siswa kelas XI dalam berbagai bidang, termasuk ilmu alam terapan, ilmu sosial terapan, dan kebahasaan. Seminar dilaksanakan supaya siswa mampu melihat hubungan antara jurusan yang mereka geluti di sekolah dengan prospek jurusan di perguruan tinggi dan bidang pekerjaan yang relevan. Kegiatan ini juga membantu siswa untuk memantapkan konsep pemahaman terkait bidang-bidang studi di jurusan, menambah wawasan tentang penerapan bidang ilmu yang digeluti selama ini.
 
I. PENERIMAAN RAPOR
 
Rapor sebagai laporan hasil studi selama mengikuti proses belajar di sekolah untuk periode tertentu diterimakan secara pribadi dan tidak boleh diwakilkan, setelah semua persyaratan pengmabilan rapor terpenuhi. Rapor siswa akan diberikan pada pertengahan dan akhir semester.

Arti Lambang SMA Kolese De Britto

 
Lambang SMA Kolese De Britto merupakan lambang sekolah yang cukup unik, lambangnya sendiri juga dibuat oleh siswa SMA Kolese De Britto sendiri dengan menggunakan pertimbangan yang mendalam. Sekarang mari kita bedah lambang sekolah SMA Kolese De Britto ini.

1. Bingkai berbentuk segi tiga yang telah dimodifikasi melambangkan Allah Tritunggal (Bapa, Putra, dan   Roh Kudus).
2. Api pada obor melambangkan semangat Kristiani yang memancarkan sinar yang menerangi hati setiap   orang.
3. Warna kuning pada huruf JB berarti keunggulan.
4. Warna hijau pada dasar tulisan huruf JB berarti kedamaian.
5. Warna putih pada dasar gambar obor berarti kesucian.


“Kolese De Britto yang dijiwai oleh semangat kristiani yang bersumber dari Allah Tritunggal (Bapa, Putra, dan Roh Kudus) bercita-cita meraih keunggulan dengan dilandasi hati yang bersih untuk mewujudkan hidup damai bersama dengan orang lain.”

Sebenarnya Apa Itu Pendidikan Bebas di SMA Kolese De Britto


Para pendidik di SMA Kolese De Britto di tahun ajaran 1957-1958


PENDIDIKAN BEBAS DI SMA KOLESE DE BRITTO SEBAGAI SIKAP DASAR
  
  Kalau SMA Kolese De Britto memberanikan diri memakai istilah pendidikan bebas, yang dimaksud bukanlah suatu pendidikan ke arah anarki: suatu sistem yang bebas dari peraturan yang perlu untuk kehidupan bermasyarakat. Bukan pula suatu sistem yang merestui segala penyelewengen dari nilai-nilai yang kami cita-citakan, melainkan terutama adalah suatu sikap dalam usaha kami, para pendidik bersama peserta didik, untuk bersama-sama mencari pengarahan dalam tindak-tanduk, berlandas pada pengakuan bahwa karunia manusia yang paling asasi dan luhur adalah kebebasannya yang harus diprioritaskan dalam proses pembentukan kepribadian.

    Dalam kesadaran tersebut, para pengajar SMA Kolese De Britto sependapat bahwa mereka tidak hanya menyampaikan bahan pelajaran saja (mengajar), tetapi sekaligus mendidik. Artinya, menolong, membantu mencarikan pengarahan kepada anak didik supaya dapat memilih jalan hidup serta perbuatan sendiri, tanpa sebelumnya atau sesudahnya menutup rapat-rapat kemungkinan pemilihan lain. Kemampuan dan kesanggupan untuk menentukan pilihan pribadi bagi tindak-tanduknya dan jalan hidupnya sendiri dengan tanggung jawab pribadi, tidak lain dan tidak bukan adalah kebebasannya. Sikap yang harus mendasari pendidik dalam mendidik adalah menolong, bukan mengambil alih, mencarikan pengarahan (membimbing) pada anak didik. Anak didik adalah subjek, yaitu “sumber, pembawa, pemilik” aktivitas manusia yang dikaruniai kebebasan untuk “melihat” dan “memilih” secara manusia, yaitu secara bebas apa yang (dapat) memberikan arti kepada hidupnya sebagai manusia (hidup yang berperikemanusiaan).

    Pengarahan pemilikan itu tetap mengandaikan anak didik aktif-sadar akan kemampuannya, bebas untuk berpikir dan menilik yang baik atau yang tidak baik; yang ini atau yang itu, (mungkin) sama baiknya, bahkan yang sama buruknya. Keagungan manusia justru terletak pada kemungkinan untuk dapat memilih yang kurang baik, bahkan yang jahat sekali pun, tetapi akhirnya (mungkin dengan banyak pengorbanan), masih berani dengan bebas memilih yang baik. Memang ada risikonya (penyelewengan, ekses), tetapi risiko mengandung kemungkinan positif “pemanusiaan” yang mahadahsyat. Pemilihan itu tidak ditentukan oleh penilaian baik/tidak baik menurut pandangan sewenang-wenang (pemilih bebas) itu sendiri.

    Memilih secara manusia tidak berarti bahwa dia hidup sendiri tidak perlu peduli orang lain, atau sebaliknya dia bahkan hanyut tenggelam dalam dunia di mana perikemanusiaan sudah kabur. Secara manusiawi, manusia harus dapat memberikan pertanggungjawaban pada dirinya sendiri dan pada manusia lain (yang sama dasar kemanusiaannya) tentang apa yang dilakukannya. Jadi, sama sekali tidak berarti bahwa dia “bebas” untuk memberikan atau tidak memberikan pertanggungjawaban apa-apa. Sudah barang tentu tanggung jawab itu untuk setiap orang tidak sama. Ini jelas dan jelas pula bahwa manusia yang tidak memiliki kebebasan tidak mungkin dapat dimintai pertanggungjawaban. Juga jelas, kebebasan tidak berkembang secara untung-untungan sebagaimana juga tidak dengan sifat-sifat yang lain, misalnya kejujuran, ketekunan. Semuanya harus dilatih.

   Kebebasan juga mengalami perkembangan dan karenanya harus diberi kesempatan untuk berkembang. Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengembangkan kesanggupan/kemampuan asasi ini berarti mengajak mereka untuk secara bebas menjatuhkan sendiri pilihan pada nilai-nilai kemanusiaan serta berani memperjuangkannya (dedikasi).

    Sebagaimana pendidik tidak dapat dipisahkan dari perbuatan lain yang menjadi “wadah” pengartian mendidik, demikian pula “kebebasan” bukan suatu aktivitas sendiri, terpisah, tetapi “tersirat” dalam perbuatan lain: bebas dalam kejujuran atau jujur dengan bebas, bebas dalam perbuatan sosial atau berbuat sosial dengan bebas, dan seterusnya. Hanya dari manusia yang benar-benar dengan bebas (ikhlas) sadar akan perbuatannya dapat diharapkan dedikasi yang tidak kenal kompromi terhadap segala yang bertentangan dengan kemanusiaan. Hanya manusia bebas yang masih dapat dan berani melihat kemungkinan ke arah perbaikan (manusia), entah itu disebut modernisasi, pembangunan, dan  sebagainya.

    Dengan demikian, SMA Kolese De Britto tidak menolak adanya tanggung jawab, tidak menolak adanya pengarahan, tidak pula unsur bimbingan, tidak pula bahwa manusia harus dapat berdikari, tetapi yang hendak dinomorsatukan di atas semua itu adalah dimensi kebebasan yang membuat manusia mampu memilih arah hidupnya. Kami mengakui, pendidikan bebas mengandalkan penghayatan “kebebasan” pada para pendidik terlebih dahulu karena penyampaian nilai-nilai  kemanusiaan bukanlah suatu indoktrinasi atau suatu timbang-terima bahan pendidikan, tetapi suatu proses serah-terima penghayatan pribadi satu pada dan dari yang lain. Orang sukar berbicara secara meyakinkan apabila dia sendiri tidak menghayati apa yang akan disampaikan. Orang sukar menuntut cinta atau kejujuran kalau dia sendiri tidak mencintai atau jujur. Cinta dan kejujuran tidak dapat dipaksakan, tetapi harus bersemi dari kebebasan pribadi yang sejati.

    Sebagaimana cinta mengenal seni untuk membangkitkan tanggapan cinta, begitu pula “kebebasan yang dihayati” akan mampu menumbuhkan penghayatan kebebasan pada mereka yang ingin merdeka. Bebas, merdeka, tidak sebagai sesuatu yang berdiri lepas dari tindak-tanduk kehidupan sehari-hari, tetapi sebagai suatu tanda perikemanusiaan segenap tingkah laku serta perbuatan kita sehari-hari. Ini merupakan proses yang tidak terjadi secara untung-untungan (kemerdekaan harus diperjuangkan), tetapi menuntut dari para pendidik, orang tua, dan guru suatu kebulatan tekad serta keuletan usaha  untuk menjadikan nyata apa yang sebagai manusia kita rasakan dan terus kita perjuangkan: sekali merdeka tetap merdeka.

    Semoga uraian di atas dapat sekadar menolong memberikan gambaran tentang apa yang kami maksud dengan “sikap dasar pendidikan bebas di SMA Kolese De Britto”. Jika timbul pertanyaan tentang motivasi pendidikan bebas tersebut, kami menyebut tiga hal. Pertama, kesadaran-keyakinan  kami bahwa kebebasan adalah kesadaran diri manusia sebagai subjek, yaitu sebagai sumber, pemilik, dan pembawa hidup serta tingkah lakunya dan ini juga berlaku untuk anak didik. Kedua, kesadaran diri sebagai subjek yang telah ada harus dilatih, diisi, diberi kesempatan untuk berkembang—kalau memang ingin berkembang. Bandingkan: kemerdekaan yang kita capai pada 17 Agustus 1945 tidak kita biarkan saja, melainkan kita isi dan kita kembangkan, misalnya melalui pembangunan. Ketiga, melihat kenyataan dan fakta-fakta pahit di dalam masyarakat dewasa ini, adanya kesadaran diri sebagai subjek memang sangat dibutuhkan. Dalam masyarakat, kesadaran tersebut ada yang masih belum berkembang (terbelenggu).

    Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah pendidikan bebas dapat dipertanggungjawabkan. Untuk menjawabnya, kami perlu menjelaskan dengan lima hal:

Pertama, dari segi hakikat manusia: dapat, karena manusia pada hakikatnya bebas, yaitu dikaruniai kesanggupan atau kemampuan untuk memilih melaksanakan sesuatu yang baik atau memilih untuk tidak melaksanakannya. Tidak hanya “bebas dari” tetapi “bebas untuk”. Misalnya, bebas dari paksaan peraturan yang tidak adil, bebas untuk menaati peraturan, untuk memilih.

Kedua, dari segi periode pendewasaan anak: dapat, bahkan sesuai dengan anak pada masa pubertas yang sedang mencari/membentuk/menemukan pribadinya, menjadi pribadi.
Ketiga, dari segi keselarasan antara pendidikan di sekolah, di dalam keluarga, dan di dalam masyarakat: keselarasan harus dilandasi/didasari hakikat manusia yang memanusia dan bermanusia, di dalam dan melalui sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pemanusiaan ini bersumber pada pengakuan dan kesadaran bahwa manusia adalah subjek, yaitu sumber, pemilik, pembawa hidupnya sendiri. Manusia harus setia pada pemanusiaannya dan inilah keselarasannya. Penyelewengan berarti pengkhianatan terhadap kemanusiaan. Keselarasan bukan semata-mata penyesuaian atau kesamaan pada/dengan salah satu pihak manusia atau masyarakat umum yang tidak mampu atau tidak berani menilai (kembali kalau perlu) proses pemanusiaannya. Keselarasan didasari kesadaran akan pemanusiaan yang makin berarti dan proses ini terjadi dengan konflik (pertentangan) intern (batin) dan ekstern (dengan penjajah, misalnya).  Jadi, keselarasan tidak berarti tidak adanya konflik, baik intern maupun ekstern.
   
Keempat, dari segi tujuan pendidikan: dapat dipertanggungjawabkan sebab dengan menanamkan kesadaran diri pada anak didik, kami melandasi mereka dengan jiwa merdeka sebagai subjek yang menegara. Mengutip Ki Hadjar Dewantara, pendidikan jiwa merdeka merupakan suatu hal yang prinsipiil dalam pendidikan nasional. Kebebasan tidak hanya dibutuhkan pada zaman kolonial saja bahkan pada zaman merdeka pun masih sesuai.

Kelima, dari segi ekses-ekses yang diakibatkan. Ekses timbul dari hakikat manusia sendiri yang dianugerahi kebebasan manusiawi: dapat menentukan pilihan yang berbeda. Setiap manusia harus dihormati dalam kebebasan manusiawinya untuk memilih secara pribadi (beserta konsekuensinya tentu) dan kebebasan ini tidak pernah dirampas oleh kekuasaan apa pun juga. Akan tetapi, kami tidak mengatakan bahwa kami sudah merestui “pilihan (tingkah laku) yang berbeda” Kami mengatakan bahwa kami mengakui/menghormati/menghargai hak memilih. Jadi, kami tidak menyangkal adanya “pilihan tingkah laku yang berbeda”. Oleh karena itu, jika kami mengandaikan adanya pilihan yang “keliru” yang kita namakan “ekses” yang tampak, justru harus diberi kesempatan untuk menampakkan diri. Penampakan diri dalam bentuk ekses memberikan pertanda pada kita ada sesuatu yang tidak beres, entah di lingkungan sekolah maupun keluarga atau masyarakat. Dengan demikian, kita lebih mudah mencari jalan keluar untuk menolong orang yang membuat pilihan keliru. Ekses adalah “lampu merah yang positif”, yang mengungkapkan ketidakberesan. Oleh karena itu, tidak perlu dikhawatirkan, hanya perlu dipahami sebab justru segi inilah yang memberikan harapan dan melangsungkan kehidupan manusia dengan harapan dan gembira sebab ekses mengungkapkan jalan untuk perbaikan. Kami yakin, segi positif dalam pendidikan bebas, jauh lebih berlimpah daripada ekses-eksesnya. Sekadar kenyataan positif, SMA Kolese De Britto sama sekali tidak menyangsikan kemampuan siswanya untuk lebih berprestasi, baik dalam pelajaran maupun berorganisasi (bermasyarakat).

    Dengan motivasi dan pertanggungjawaban itulah kami memberanikan diri untuk memilih pendidikan bebas. Oleh karena itu, bagi SMA Kolese De Britto istilah pendidikan bebas bukanlah sekadar istilah, melainkan istilah yang paling kena untuk pengertian yang kami maksud. Meskipun demikian, kami menyadari pula kemungkinan persoalan yang muncul jika pengertian tentang pendidikan bebas yang kami maksud disalahartikan sebagai pendidikan liar, misalnya.

    Dalam pendidikan di SMA Kolese De Britto, dimensi kebebasan sungguh diprioritaskan. Menjadi demikian bukanlah sesuatu yang timbul begitu saja, tetapi merupakan suatu proses bertahun-tahun yang diilhami oleh pengamatan dan pengalaman terhadap gejala-gejala, kejadian-kejadian di dalam masyarakat, yang intinya sebagian besar berkisar pada  kebebasan manusiawi ini serta merupakan kesadaran/ panggilan profesi para pendidik SMA Kolese De Britto bahwa sekolah harus merupakan wadah dan sarana yang menuju ke “pemanusiaan” masyarakat. Panggilan profesi inilah yang memberikan kekuatan, harapan, kebahagiaan, dan kegembiraan pada kami, pendidik, melaksanakan tugas membantu “membentuk” warga negara yang mempunyai kesadaran menegara yang bebas merdeka.

Yogyakarta, 29 Mei 1976.
Makalah ini dibuat oleh J. Oei Tik Djoen, S.J., pater Jesuit, mantan rektor SMA Kolese De Britto, sebagai pertanggungjawaban beliau semasa menjadi rektor (tahun 1976) atas model pendidikan SMA Kolese De Britto yang digugat sebagian masyarakat.